Monday 14 July 2014

Sejarah SMA Negeri 5 Semarang

 SMA Negeri 5 Semarang

penuh sejarah, aset kota Semarang


Kiri : Sekolah Cina , Kanan : SMA N 5 Semarang #tahun 2014
[sumber : http://semarangkota.com/04/dahulu-jalan-bodjong-sekarang-jalan-pemuda/]


Lahir di Komplek Kepolisian

Tahun 1964, waktu itu jumlah SMA Negeri di Semarang baru ada empat sekolah. SMA swasta pun jumlahnya masih sedikit. Padahal jumlah siswa SMP yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi cukup banyak. Sedangkan untuk membuka SMA baru sangat berat karena kondisi masyarakat, bansa, dan negara Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok saja, masyarakat mengalami kesulitan apalagi membiayai pendidikan atau mendirikan lembaga pendidikan


Dalam kondisi sesulit apapun anak-anak harus tetap sekolah. Tekad dan semangat yang tumbuh  di masa itu. Ini terbukti dengan adanya kepedulian sebagian masyarakat  yang bertempat tinggal di kawasan  Candi Baru. Mereka merasa terpanggil untuk ikut  bertanggung jawab terhadap pendidikan  masa depan  generasi muda. Seperti Notaris R.M. Soeprapto, Moh. Tony, Fahmi, dan Sunaryo.
Kesadaran bahwa generasi muda adalah kekuatan pembangunan di masa depan  dan hanya dengan kecerdasan mereka  dapat berbuat sesuatu  bagi bangsa dan negaranya, maka langkah selanjutnya adalah menggalang kerjasama dengan Perwakilan  P & K Provinsi Jawa Tengah sekarang (Kantor Dinas Pendidkkan dan Kebudayaan). Tepat pada tanggal 1 Agustus 1964 berdirilah SMA Negeri 5 Semarang, dan Drs. Muh. Sahid ditunjuk sebagai Kepala Sekolah.

Pendirian SMA Negeri 5 Semarang di masa sulit membawa konsekuensi yang sangat berat,  karena  belum mempunyai bangunan sekolah, tenaga pengajar banyak yang tidak proporsional serta tenaga tata usaha sangat terbatas. Tingginya kesadaran  masyarakat tentang perlunya pendidikan mendorong berbagai pihak  untuk segera mewujudkan  terselenggaranya proses belajar mengajar di SMA Negeri  5 Semarang.

Dihadapkan situasi yang serba sulit untuk mencari tempat, ada instansi berbaik hati, yaitu POLRI dengan meminjamkan beberapa lokal PUSDIK POLRI  untuk dijadikan  kelas dan ruang kantor, walaupun letaknya terpencar. Akhirnya Perwakilan  P & K Provinsi Jawa Tengah membantu  berupa peminjaman tenaga  pengajar dan staf tata usaha  dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri  Semarang, dengan satu-satunya guru tetap  adalah kepala sekolah. Sedangkan biaya operasional  penyelenggaraan  pendidikan ditanggung  oleh  Persatuan Orang Tua  Murid dan Guru (PMOG), dengan  pengurus harian antara lain R.M. Suprapto, Moh. Tony, Fahmi, dan Sunarjo.

Dengan  keterbatasan itulah, justru melahirkan kekompakan dan semangat  kebersamaan di antara guru dan siswa. Ini terlihat  pada tingginya sense of belonging (rasa memiliki) dari para siswa yang tercermin dalam proses pembelajaran yang tertib dan  lancar.  Semua dilaksanakan  dengan bertanggung jawab  dan penuh rasa bangga.

Setelah melihat perkembangan yang semakin baik, maka SMA 5 Semarang dipindahkan  menjadi satu kampus dengan SPG Negeri Semarang di Kagok  Jalan Sultan Agung Semarang (sekarang untuk SMA dan AKS Kartini), dengan menempati  6 lokal/kelas.
Satu kampus untuk dua sekolah tidak menimbulkan masalah, bahkan dilihat dari segi administratif maupun proses belajar mengajar  dapat dikatakan efektif. Penyatuan kampus  ini secara psikologis berpengaruh  terhadap etos kerja  para tenaga pengajar  dan staf tata usaha. Demikian pula para siswa, suasana sekolah  yang tidak berada dalam  komplek kepolisian, merasa lebih bebas untuk mengembangkan kreatifitasnya.

Waktu terus berjalan dan seiring dengan perkembangan SMA Negeri 5 Semarang yang cukup membanggakan, maka guru dan para pengurus PMOG  dituntut mampu  mengatasi permasalahan  yang akan muncul pada  tahun ketiga  ajaran baru, yaitu kebutuhan penambahan  lokal.  Jika permasalahan  ini selalu muncul  di setiap tahun ajaran baru, kapan SMA Nageri 5 Semarang dapat memiliki kampus sendiri.

Keinginan ini sulit diwujudkan, karena bersamaan dengan  tahun meletusnya  peristiwa G 30 S kondisi ekonomi dan sosial  masyarakat sangat memprihatinkan. Keinginan untuk dapat memiliki gedung sekolah sendiri  dalam jangka waktu dekat  semakin jauh dari angan-angan.

Perjuangan Memiliki Kampus Sendiri

Dengan keberhasilan pemerintah menumpas Gerakan 30 September, lalu disitalah beberapa  aset  yang dimiliki oleh PKI, seperti gedung  sekolah. Dengan sigap para pengelola SMA Negeri 5 Semarang mengajukan permohonan kepada pemerintah  untuk  memanfaatkan gedung bekas sekolah “ Wha Ing”  di jalan Pemuda yang ditutup karena  keterlibantan para pengelolanya dalam Pemberontakan G 30 S.

Permohonan itu ditolak karena  gedung bekas sekolah “Wha Ing” akan dipergunakan  oleh IKIP Negeri Semarang (sekarang Universitas Negeri Semarang). Ditolaknya pemohonan tersebut  tidak membuat para guru dan staf tata usaha serta pengurus PMOG dan siswa menjadi patah arang. Justru sebaliknya malah menambah besar  semangat mereka dalam berjuang.

Pada tanggal 20 Januari 1966, para guru, Staf Tata Usaha dan seluruh siswa dengan mengenakan  pakaian serba putih  berjalan kaki dari Candi mendatangi kantor Perwakilan P& K (yang waktu itu berada di Jalan Ki Mangunsankoro), kembali mengajukan permohonanya. Unjuk rasa yang dilakukan secara damai ini  ditanggapi dengan baik  oleh Perwakilan P& K waktu itu (Slamet).
Setelah bernegosiasi dihasilkan beberapa butir  kesepakatan anatara lain:
  1. permohonan SMA 5 Semarang dikabulkan,
  2. untuk sementara diizinkan menempati 6 lokal,
  3. kebutuhan lokal tahun pelajaran baru  akan ditinjau  lebih lanjut.
Keputusan itu diterima dengan sukacita  oleh segenap guru, staf TU, pengurus PMOC terlebih-lebih para siswa SMA Negeri 5 Semarang. Atas dasar itulah, maka pada tanggal 23 Januari  1966 dilakukan kerja bakti membersihkan ruangan yang akan ditempati. Sejak saat pula, penyelenggaraan belajar-mengajar SMA Negeri  5 Semarang  berlangsung di bekas sekolah “Wha Ing”  bersama dengan IKIP Negeri Semarang  dan proses belajar-mengajar berjalan dengan normal.

Waktu terus bergulir, tidak terasa kenaikan kelas  telah tiba dan tahun  pelajaran barupun berlangsung. Dengan hanya mempunyai 6 lokal, terpaksa  pembelajaran dilakukan dengan cara  bergiliran dalam penggunaan ruangan kelas.

Selanjutnya pada bulan September  1966, pihak SMA Negeri 5 Semarang mengajukan permohonan lisan  maupun tertulis kepada IKIP Negeri Semarang untuk dapat menggunakan 3 lokal yang kosong. Permohonan ditolak oleh pihak IKIP. Karena didorong oleh kebutuhan  dan keinginan yang mendesak agar kegiatan pembelajaran bisa berjalan dengan lancar, maka secara paksa lokal kosong tersebut diduduki oleh siswa SMA Negeri 5 Semarang untuk dipakai sebagai kelas.

Akibatnya ketegangan pun terjadi  terutama  antara siswa SMA Negeri 5 Semarang dengan pihak IKIP Negeri Semarang. Masing-masing mempertahankan  untuk saling menduduki. Setiap malam para siswa bergantian  berjaga-jaga. Satu hal yang patut disyukuri, walaupun  konflik antara siswa SMA Negeri 5 Semarang dengan mahasiswa IKIP Negeri Semarang cukup mencekam, namun bentrokan fisik  dapat dihindari.

Dalam upaya menyelesaian konflik tersebut, maka tanggal 1 Desember 1966 KODIM memanggil Kepala Sekolah  SMA Negeri 5 Semarang, Drs. Muh. Sahid dan pihak IKIP Negeri Semarang untuk dimintai keterangan. Debat adu argumentasi  antara kedua belah pihak  yang bersengketa  berlangsung seru dan masing-masing mengeluarkan dokumen  untuk mendukung argumentasi.

Penyelesaian konflik ini, SMA Negeri 5 Semarang  berada dalam pihak yang diuntungkan, karena diizinkan  secara resmi  menggunakan tiga lokal tersebut. Dengan dimilikinya  tiga lokal tambahan, maka proses pembelajaran  semakin berjalan tertib, lancar, dan aman.

SMA Negeri 5 Semarang sebagai Pilot PPSP di Jawa Tengah

Pada tahun 1971 SMA Negeri 5 Semarang sebagai satu-satunya  sekolah di Jawa Tengah  yang menjadi Pilot Proyek  Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Sebagai pilot PPSP, di sekolah ini berlangsung  pendidikan 11 tahun.  Artinya sejak saat itu  SMA Negeri 5 Semarang juga menyelenggarakan  pendidikan secara terpadu  dan berkseinambungan, sejak dari SD, SMP hingga SMA. Sejak saat itu pula, bekas sekolah “Wha Ing” di jalan Pemuda,  bangunan dan semua isinya, seratus persen menjadi kampus SMA Negeri 5 Semarang.

Nama-nama Kepala SMA Negeri 5 Semarang
No.
Nama Kepala Sekolah
Masa Jabatan
1
Drs. H. Muhammad Sahid
1964 – 1974
2
Drs. Samekto
1974 – 1988
3
Drs. Soeramto
1988 – 1994
4
Drs. H. M. Cholil Saleh
1994 – 1995
5
Drs. H. M. Toha Makawi
1995 – 1997
6
Drs. T. Budhi Prayitno
1997 – 2000
7
Drs. L. Sunoto, M.Pd.
6 bulan (PJS)
8
Drs. H. Ken Endar Supardjo
2000 – 2002
9
Drs. H. Purwandi, M.Pd.
2002 – 2005
10
Drs. Widodo, M.Pd.
2005 – 2009
10
Drs. Waino S, S.Pd, M.Pd.
2009 – 2014
11
Dr. Titi Priyatiningsih, M.Pd

2014 – sekarang
  
sumber :  http://sman5smg.siap-sekolah.com/sekolah-profil/

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys